Maiwa La Humba, Mari Membangun Yang Baik
*Tulisan ini ikut serta dalam "Blog Competition oleh Goverment Public Relations" dengan tema "Memotret Pembangungan Indonesia" dan mendapatkan Predikat "Juara Regional Maluku/Nusa Tenggara"
Siswa/i Kelas 1 SDN Lumbung saat diajak bernyanyi bersama
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI
“….Jangan tanyakan apa
yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada
negaramu…”
Ungkapan Presiden
Amerika, John F. Kennedy sangat tepat menggambarkan kegiatan yang dilakukan
oleh Gabungan Mahasiswa Sumba Timur (GAMASTIM) di Bali beberapa waktu lalu di
kampung halaman mereka. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 30-31 Agustus
2016 di SDN Lumbung, Desa Maidang, Kecamatan Kambata Mapa Mbuhang.
Saya selaku simpatisan
yang diajak bergabung pada kegiatan ini merasa kagum dan memberikan apresiasi
setinggi-tingginya. Hari-hari ini semakin banyak anak muda yang mulai sadar
akan kepedulian dan peranan besar mereka dalam proses pembangunan bangsa ini.
1000 buku dari Bali
untuk Sumba Timur adalah program yang digagas oleh Gabungan Mahasiswa Sumba
Timur di Bali. Program ini dirancang karena munculnya kesadaran bahwa masih
banyak anak sekolah yang hanya membawa satu lembar buku untuk semua mata
pelajaran, ada pula yang harus rela membagi pensil dengan adiknya
agar bisa menulis, belum lagi alas kaki yang hanya cukup menggunakan
sendal atau tidak sama sekali. Hal ini ditemukan saat tim survei GAMASTIM
mendatangi lokasi tujuan setahun lalu.
Dinamakan 1000 buku
dari Bali untuk Sumba Timur sebab para pelaku kegiatan merupakan mahasiswa/i
yang berasal dari Sumba Timur yang saat ini berdomisili di Bali demi
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi mereka tidak
sendirian.
Melalui promosi di
media sosial dan pembicaraan dari mulut ke mulut, banyak orang dengan caranya
masing-masing memberikan bantuan. Antara lain, para pekerja asal Sumba Timur di
Bali, para simpatisan GAMASTIM dan Himpunan Keluarga Matawai Amahu Sumba Timur
(HIKMAST), serta pihak donatur yang peduli akan pendidikan di daerah pedalaman
Sumba Timur.
SDN Lumbung yang
berdiri sejak 01 agustus 1960, memiliki 4 kelas dengan bangunan yang sudah
semestinya direnovasi. Dua kelas baru sudah dibangun beberapa waktu lalu namun
belum bisa digunakan karena masih menunggu proses serah terima dari Dinas
PPO.Total siswa/i di SDN Lumbung adalah 73 orang, 44 laki-laki dan 29
perempuan.
Akan tetapi karena
jumlah ruang kelas hanya 4, maka kegiatan belajar mengajar untuk kelas I dan
kelas III terjadi dalam 1 kelas, kelas II dan IV di dalam satu kelas, sedangkan
untuk kelas V dan VI masing-masing dalam satu kelas. Kegiatan belajar
mengajar di SDN Lumbung ini didukung oleh dua orang guru PNS, satu orang guru
SM3T dan lima orang guru honor.
Lumbung adalah salah
satu dusun yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Maidang. Kehidupannya
masih begitu jauh dari peradaban modern. Para Penduduknya bercocok tanam dan
berternak. Selain keindahan alam yang luar biasa dan sumber air yang mencukupi,
tidak ada hal lain yang bisa ditemukan di sini.
Listrik belum ada,
jalan masih setapak, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang serba terbatas.
Lumbung belum mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah karena mungkin
belum ada sumber daya yang bisa dikembanbangkan untuk menambah pundi-pundi
APBD.
Terkadang kita harus
peka, pikiran bahwa mengeluh dan menuntut melulu justru tidak akan mendatangkan
perubahan. Apabila ada yang bisa ditangani oleh kita sendiri, kita tidak harus
menanti pemerintah untuk mewujudkannya. Bukankah pemerintah memiliki banyak
sekali “urusan” untuk diselesaikan?
Buku, pensil, pena dan
penghapus dikumpulkan di Denpasar lalu dipaketkan ke Sumba Timur dan
ditempatkan di salah satu rumah anggota GAMASTIM. Beberapa hari sebelum
kegiatan, kawan-kawan yang terlibat di GAMASTIM yang sedang berada di Sumba
Timur untuk berlibur dan siap menjadi relawan kegiatan ini, berkumpul untuk
mengadakan persiapan. Persiapan dimulai dari rapat teknis, memilah buku,
pensil, pena, penghapus agar setiap anak mendapatkan jumlah yang sama.
Sebagaimana jalanan di
Nusa Tenggara yang selalu membelah bukit, mengulari lembah, begitu pula
perjalanan ke Pelosok Utara Sumba Timur. Perjalanan dengan kendaraan dari
Waingapu ke desa yang terletak di Kecamatan Kambata Mapa Mbuhang ini memakan
waktu kurang lebih dua jam dan hanya bisa mencapai rumah Kepala Desa Maidang.
Selanjutnya harus mengandalkan kaki dan fisik sambil memikul beban yang menjadi
tanggung jawab masing-masing.
Jumlah relawan yang
memutuskan berangkat adalah lima belas orang (8 orang laki-laki dan 7 orang
perempuan). Sementara barang yang diputuskan untuk dibawa adalah 9 dus buku
tulis dan pena (berat bervariasi sebab jumlah buku seluruhnya ada 1400 buku
setebal 30-50 lembar) yang akan dibagikan kepada siswa/i.
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI
Lalu ada 2 karung
beras masing-masing 20kg dan 10kg, tiga ekor ayam, satu dus kopi, dua dus air
mineral, 2 dus Mi Instan, minyak goreng dan perlengkapan memasak untuk
kebutuhan para relawan selama dua hari serta 1 karung bibit jati putih yang
akan ditanam sebagai kenang-kenangan. Semuanya dibagikan sesuai kemampuan para
relawan untuk memikul, tentu saja tidak ketinggalan ransel perlengkapan
masing-masing.
Rute yang ditempuh
untuk berjalan sebenarnya tidak begitu jauh, hanya 3 KM. Untuk kondisi jalanan
lurus bagi manusia hanya membutuhkan 15-20 menit untuk melewatinya. Namun,
lintasan yang ditempuh kali ini berbeda. Relawan harus melalui dua turunan, dua
kali (sungai) besar dengan arus air cukup deras, dua tanjakan, Padang Sabana
bebatuan karang, pegunungan tandus, hutan dan ladang sambil memikul beban
bawaan.
Dibutuhkan waktu dua
jam berjalan dengan sesekali beristirahat untuk tiba di lokasi tujuan. Hari
sudah gelap ketika para relawan tiba di SDN Lumbung yang juga dijadikan tempat
menginap.Tak ada listrik, tak ada sinyal, tak ada kompor gas kecuali tungku api
yang menanti, yang terdengar hanya deras arus air di kejauhan, bising jangkrik,
derak kayu api yang terbakar di halaman sekolah, suara manusia, serta langit
hitam ditaburi bintang-bintang.
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI
Jika kita datang
membawa sesuatu ke satu tempat yang bagi kita dapat menimbulkan
perubahan, sebaiknya kita mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat.
Apakah hal tersebut memberikan dampak bagi mereka atau sesungguhnya tanpa
kehadiran kita pun mereka tetap baik-baik saja. Sementara, kita merasa sudah
melakukan sesuatu yang tepat dan luar biasa.
Yang dibutuhkan itu
pemberdayaan, menyadarkan mereka untuk berpikir tentang hal-hal dalam hidup
ini. Jika kita memberikan bantuan barang, mereka boleh jadi menerima lalu
mengharapkan kita akan datang untuk melakukannya lagi, padahal kondisi mereka
masih akan tetap sama seperti sebelumnya.
Anak-anak SDN Lumbung
sangat jauh berbeda dengan anak-anak sekolah yang berada di kota. Mereka tidak
pernah bersinggungan dengan gemerlap teknologi seperti televisi, gadget, dan
lain-lain. Belum lagi, perasaan minder karena jarang mengalami interaksi dengan
orang baru. Membutuhkan kesabaran ekstra, intensitas yang getol agar bisa
saling menyesuaikan, juga kreativitas untuk mengajak anak-anak SDN Lumbung
bermain dan belajar.
Oleh bapak kepala
sekolah dan para guru, para relawan diberikan kebebasan selama satu hari penuh
untuk melaksanakan kegiatan apa saja bersama adik-adik. Sesuai jumlah relawan
maka diadakan pembagian, dua orang relawan untuk setiap kelas, tiga orang yang
tersisa mendapat tugas lain.
Satu orang untuk
beredar ke mana-mana sebagai time keeper dan memantau kegiatan
_saya kebagian tugas ini karena keterbatasan saya dalam berbahasa, saya bukan
orang asli Sumba Timur_, satu orang mengambil gambar untuk dokumentasi dan satu
orang lagi tetap pada tanggung jawab selaku fasilitator yang mengontrol
keseluruhan kegiatan.
Siswa/i SDN Lumbung
sebagian besar, khususnya kelas I sampai III masih menggunakan bahasa daerah
Sumba Timur sebagai sarana berkomunikasi setiap hari. Hanya beberapa siswa/i
yang dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kemampuan
menulis dan membaca pun belum merata, kelas empat dan lima bahkan masih membaca
terbata-bata.
Hari Rabu, 31 Agustus
2016, Pukul 7.00 pagi beberapa siswa/i sudah muncul. Berseragam
merah-putih seadanya, ada yang bersepatu, ada juga yang mengenakan sendal
bahkan tidak samasekali. Rumah mereka umumnya jauh dari sekolah, ada yang harus
melewati dua bukit sekaligus dan menyebrangi sungai. Seluruh siswa/i SDN
Lumbung yang berjumlah 73 orang itu, hadir pada kegiatan ini.
Berbagai macam
kegiatan dilaksanakan, antara lain kegiatan belajar-mengajar dan
kuis tanya jawab seputar pengetahuan umum, bermain, bercerita tentang
cita-cita dan makan siang bersama. Pihak sekolah, tanpa sepengetahuan para
relawan, mengorbankan satu ekor kambing untuk dimakan bersama. Di penghujung
kegiatan barulah para relawan membagikan buku tulis, pensil, penghapus dan pena
yang sudah dibawa pada hari sebelumnya.
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI
Kesan para Guru
disampaikan penuh haru, mungkin di zaman ini, kedatangan mahasiswa/i dari kota
seperti Denpasar untuk melakukan kegiatan berbagi seperti ini dipandang
sebagai hal yang sungguh luar biasa bagi mereka. Seharusnya mereka tahu, saat
ini terdapat sebuah trend yaitu meracuni orang lain untuk
kecanduan berbagi melalui hal-hal sederhana semacam ini. Saya pribadi berharap,
kegiatan ini dapat menginspirasi anak-anak muda lain khususnya di Sumba Timur
untuk melakukan hal yang sama atau bahkan lebih.
Ada banyak kesulitan
yang dihadapi semenjak kegiatan ini dimulai. Dari keterbatasan komunikasi
karena lokasi yang dituju tidak memiliki kekuatan sinyal yang memadahi
dan medan yang ditempuh sangat tidak biasa bagi beberapa relawan yang
belum pernah melakukan perjalanan menantang.Namun semuanya dilakukan dengan
senang hati dan penuh tanggung jawab serta semangat yang menggebu-gebu.
Kegiatan ini menjadi stimulus untuk melanjutkan survei pada sekolah-sekolah
berikutnya.
Sumba mungkin begitu
indah sebagai destinasi wisata, namun ada banyak hal memprihatinkan yang selalu
luput dari perhatian. Bagaimana kita begitu ngotot mempromosikan Sumba ke dunia
luar sementara Sumber Daya Manusia-nya masih belum siap menghadapi
kejutan-kejutan yang akan datang.
Baik para relawan
maupun para guru di SDN Lumbung berharap agar program ini terus diadakan.
Selanjutnya, penanganan dari persiapan hingga pelaksanaan harus ditingkatkan
dan dikemas lebih baik. Sadar akan masih banyaknya kekurangan pada kegiatan
ini, para relawan bertekad untuk terus belajar dan melanjutkan program ini.
Saya selaku simpatisan
kegiatan yang terlibat langsung mengucapkan terima kasih dan apresiasi
setinggi-tingginya sudah diajak dan disertakan. Salam Pahadang Mahamu,
Mari Membangun Yang Baik.
Keterangan:
Maiwa La Humba: Mari Kembali ke Sumba
Pahadang Mahamu: Membangun Yang Baik
FOTO: DOKUMEN PRIBADI
Terima Kasih, Semesta! Pengumuman Pemenang bisa dilihat di sini
FOTO: DOKUMEN PRIBADI
Terima Kasih, Semesta! Pengumuman Pemenang bisa dilihat di sini
Tapi kak, perubahan adalah sebuah kepastian, siap atau tidak ia akan datang :)
BalasHapusMaka dari itu, sebelum perubahan merenggut semuanya perlahan, ki ta juga mesti berpacu dengan waktu demi perubahan itu juga, oms :D Thanks sudah mampir.
BalasHapussemoga suatu hari bisa ke lumbung lagi
BalasHapus