Maiwa La Humba, Mari Membangun Yang Baik

Kamis, November 10, 2016 Pankratia Da Svit Kona- 3 Comments



*Tulisan ini ikut serta dalam "Blog Competition oleh Goverment Public Relations" dengan tema "Memotret Pembangungan Indonesia" dan mendapatkan Predikat "Juara Regional Maluku/Nusa Tenggara"



                       Siswa/i Kelas 1 SDN Lumbung saat diajak bernyanyi bersama
*FOTO: DOKUMEN PRIBADI

“….Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu…”

Ungkapan Presiden Amerika, John F. Kennedy sangat tepat menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh Gabungan Mahasiswa Sumba Timur (GAMASTIM) di Bali beberapa waktu lalu di kampung halaman mereka. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 30-31 Agustus 2016 di SDN Lumbung, Desa Maidang, Kecamatan Kambata Mapa Mbuhang.

Saya selaku simpatisan yang diajak bergabung pada kegiatan ini merasa kagum dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya. Hari-hari ini semakin banyak anak muda yang mulai sadar akan kepedulian dan peranan besar mereka dalam proses pembangunan bangsa ini.

1000 buku dari Bali untuk Sumba Timur adalah program yang digagas oleh Gabungan Mahasiswa Sumba Timur di Bali. Program ini dirancang karena munculnya kesadaran bahwa masih banyak anak sekolah yang hanya membawa satu lembar buku untuk semua mata pelajaran, ada pula yang harus rela membagi pensil dengan adiknya agar bisa menulis, belum lagi alas kaki yang hanya cukup menggunakan sendal atau tidak sama sekali. Hal ini ditemukan saat tim survei GAMASTIM mendatangi lokasi tujuan setahun lalu.

Dinamakan 1000 buku dari Bali untuk Sumba Timur sebab para pelaku kegiatan merupakan mahasiswa/i yang berasal dari Sumba Timur yang saat ini berdomisili di Bali demi melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi mereka tidak sendirian.

Melalui promosi di media sosial dan pembicaraan dari mulut ke mulut, banyak orang dengan caranya masing-masing memberikan bantuan. Antara lain, para pekerja asal Sumba Timur di Bali, para simpatisan GAMASTIM dan Himpunan Keluarga Matawai Amahu Sumba Timur (HIKMAST), serta pihak donatur yang peduli akan pendidikan di daerah pedalaman Sumba Timur.

SDN Lumbung yang berdiri sejak 01 agustus 1960, memiliki 4 kelas dengan bangunan yang sudah semestinya direnovasi. Dua kelas baru sudah dibangun beberapa waktu lalu namun belum bisa digunakan karena masih menunggu proses serah terima dari Dinas PPO.Total siswa/i di SDN Lumbung adalah 73 orang, 44 laki-laki dan 29 perempuan.

Akan tetapi karena jumlah ruang kelas hanya 4, maka kegiatan belajar mengajar untuk kelas I dan kelas III terjadi dalam 1 kelas, kelas II dan IV di dalam satu kelas, sedangkan untuk kelas  V dan VI masing-masing dalam satu kelas. Kegiatan belajar mengajar di SDN Lumbung ini didukung oleh dua orang guru PNS, satu orang guru SM3T dan lima orang guru honor.

Lumbung adalah salah satu dusun yang termasuk dalam wilayah administrasi Desa Maidang. Kehidupannya masih begitu jauh dari peradaban modern. Para Penduduknya bercocok tanam dan berternak. Selain keindahan alam yang luar biasa dan sumber air yang mencukupi, tidak ada hal lain yang bisa ditemukan di sini.

Listrik belum ada, jalan masih setapak, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang serba terbatas. Lumbung belum mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah karena mungkin belum ada sumber daya yang bisa dikembanbangkan untuk menambah pundi-pundi APBD.

Terkadang kita harus peka, pikiran bahwa mengeluh dan menuntut melulu justru tidak akan mendatangkan perubahan. Apabila ada yang bisa ditangani oleh kita sendiri, kita tidak harus menanti pemerintah untuk mewujudkannya. Bukankah pemerintah memiliki banyak sekali “urusan” untuk diselesaikan?

Buku, pensil, pena dan penghapus dikumpulkan di Denpasar lalu dipaketkan ke Sumba Timur dan ditempatkan di salah satu rumah anggota GAMASTIM. Beberapa hari sebelum kegiatan, kawan-kawan yang terlibat di GAMASTIM yang sedang berada di Sumba Timur untuk berlibur dan siap menjadi relawan kegiatan ini, berkumpul untuk mengadakan persiapan. Persiapan dimulai dari rapat teknis, memilah buku, pensil, pena, penghapus agar setiap anak mendapatkan jumlah yang sama.


Sebagaimana jalanan di Nusa Tenggara yang selalu membelah bukit, mengulari lembah, begitu pula perjalanan ke Pelosok Utara Sumba Timur. Perjalanan dengan kendaraan dari Waingapu ke desa yang terletak di Kecamatan Kambata Mapa Mbuhang ini memakan waktu kurang lebih dua jam dan hanya bisa mencapai rumah Kepala Desa Maidang. Selanjutnya harus mengandalkan kaki dan fisik sambil memikul beban yang menjadi tanggung jawab masing-masing.

Jumlah relawan yang memutuskan berangkat adalah lima belas orang (8 orang laki-laki dan 7 orang perempuan). Sementara barang yang diputuskan untuk dibawa adalah 9 dus buku tulis dan pena (berat bervariasi sebab jumlah buku seluruhnya ada 1400 buku setebal 30-50 lembar) yang akan dibagikan kepada siswa/i.




*FOTO: DOKUMEN PRIBADI

Lalu ada 2 karung beras masing-masing 20kg dan 10kg, tiga ekor ayam, satu dus kopi, dua dus air mineral, 2 dus Mi Instan, minyak goreng dan perlengkapan memasak untuk kebutuhan para relawan selama dua hari serta 1 karung bibit jati putih yang akan ditanam sebagai kenang-kenangan. Semuanya dibagikan sesuai kemampuan para relawan untuk memikul, tentu saja tidak ketinggalan ransel perlengkapan masing-masing.

Rute yang ditempuh untuk berjalan sebenarnya tidak begitu jauh, hanya 3 KM. Untuk kondisi jalanan lurus bagi manusia hanya membutuhkan 15-20 menit untuk melewatinya. Namun, lintasan yang ditempuh kali ini berbeda. Relawan harus melalui dua turunan, dua kali (sungai) besar dengan arus air cukup deras, dua tanjakan, Padang Sabana bebatuan karang, pegunungan tandus, hutan dan ladang sambil memikul beban bawaan.

Dibutuhkan waktu dua jam berjalan dengan sesekali beristirahat untuk tiba di lokasi tujuan. Hari sudah gelap ketika para relawan tiba di SDN Lumbung yang juga dijadikan tempat menginap.Tak ada listrik, tak ada sinyal, tak ada kompor gas kecuali tungku api yang menanti, yang terdengar hanya deras arus air di kejauhan, bising jangkrik, derak kayu api yang terbakar di halaman sekolah, suara manusia, serta langit hitam ditaburi bintang-bintang.



*FOTO: DOKUMEN PRIBADI

Jika kita datang membawa sesuatu ke satu tempat yang bagi kita dapat menimbulkan  perubahan, sebaiknya kita mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. Apakah hal tersebut memberikan dampak bagi mereka atau sesungguhnya tanpa kehadiran kita pun mereka tetap baik-baik saja. Sementara, kita merasa sudah melakukan sesuatu yang tepat dan luar biasa.

Yang dibutuhkan itu pemberdayaan, menyadarkan mereka untuk berpikir tentang hal-hal dalam hidup ini. Jika kita memberikan bantuan barang, mereka boleh jadi menerima lalu mengharapkan kita akan datang untuk melakukannya lagi, padahal kondisi mereka masih akan tetap sama seperti sebelumnya.

Anak-anak SDN Lumbung sangat jauh berbeda dengan anak-anak sekolah yang berada di kota. Mereka tidak pernah bersinggungan dengan gemerlap teknologi seperti televisi, gadget, dan lain-lain. Belum lagi, perasaan minder karena jarang mengalami interaksi dengan orang baru. Membutuhkan kesabaran ekstra, intensitas yang getol agar bisa saling menyesuaikan, juga kreativitas untuk mengajak anak-anak SDN Lumbung bermain dan belajar.

Oleh bapak kepala sekolah dan para guru, para relawan diberikan kebebasan selama satu hari penuh untuk melaksanakan kegiatan apa saja bersama adik-adik. Sesuai jumlah relawan maka diadakan pembagian, dua orang relawan untuk setiap kelas, tiga orang yang tersisa mendapat tugas lain.

Satu orang untuk beredar ke mana-mana sebagai time keeper dan memantau kegiatan _saya kebagian tugas ini karena keterbatasan saya dalam berbahasa, saya bukan orang asli Sumba Timur_, satu orang mengambil gambar untuk dokumentasi dan satu orang lagi tetap pada tanggung jawab selaku fasilitator yang mengontrol keseluruhan kegiatan.

Siswa/i SDN Lumbung sebagian besar, khususnya kelas I sampai III masih menggunakan bahasa daerah Sumba Timur sebagai sarana berkomunikasi setiap hari. Hanya beberapa siswa/i yang dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kemampuan menulis dan membaca pun belum merata, kelas empat dan lima bahkan masih membaca terbata-bata.

Hari Rabu, 31 Agustus 2016, Pukul 7.00 pagi beberapa siswa/i sudah muncul. Berseragam merah-putih seadanya, ada yang bersepatu, ada juga yang mengenakan sendal bahkan tidak samasekali. Rumah mereka umumnya jauh dari sekolah, ada yang harus melewati dua bukit sekaligus dan menyebrangi sungai. Seluruh siswa/i SDN Lumbung yang berjumlah 73 orang itu, hadir pada kegiatan ini.

Berbagai macam kegiatan dilaksanakan, antara lain kegiatan belajar-mengajar dan kuis tanya jawab seputar pengetahuan umum, bermain, bercerita tentang cita-cita dan makan siang bersama. Pihak sekolah, tanpa sepengetahuan para relawan, mengorbankan satu ekor kambing untuk dimakan bersama. Di penghujung kegiatan barulah para relawan membagikan buku tulis, pensil, penghapus dan pena yang sudah dibawa pada hari sebelumnya.



*FOTO: DOKUMEN PRIBADI

Kesan para Guru disampaikan penuh haru, mungkin di zaman ini, kedatangan mahasiswa/i dari kota seperti Denpasar untuk melakukan kegiatan berbagi seperti ini dipandang sebagai hal yang sungguh luar biasa bagi mereka. Seharusnya mereka tahu, saat ini terdapat sebuah trend yaitu meracuni orang lain untuk kecanduan berbagi melalui hal-hal sederhana semacam ini. Saya pribadi berharap, kegiatan ini dapat menginspirasi anak-anak muda lain khususnya di Sumba Timur untuk melakukan hal yang sama atau bahkan lebih.

Ada banyak kesulitan yang dihadapi semenjak kegiatan ini dimulai. Dari keterbatasan komunikasi karena lokasi yang dituju tidak memiliki kekuatan sinyal yang memadahi dan medan yang ditempuh sangat tidak biasa bagi beberapa relawan yang belum pernah melakukan perjalanan menantang.Namun semuanya dilakukan dengan senang hati dan penuh tanggung jawab serta semangat yang menggebu-gebu. Kegiatan ini menjadi stimulus untuk melanjutkan survei pada sekolah-sekolah berikutnya.

Sumba mungkin begitu indah sebagai destinasi wisata, namun ada banyak hal memprihatinkan yang selalu luput dari perhatian. Bagaimana kita begitu ngotot mempromosikan Sumba ke dunia luar sementara Sumber Daya Manusia-nya masih belum siap menghadapi kejutan-kejutan yang akan datang.

Baik para relawan maupun para guru di SDN Lumbung berharap agar program ini terus diadakan. Selanjutnya, penanganan dari persiapan hingga pelaksanaan harus ditingkatkan dan dikemas lebih baik. Sadar akan masih banyaknya kekurangan pada kegiatan ini, para relawan bertekad untuk terus belajar dan melanjutkan program ini.

Saya selaku simpatisan kegiatan yang terlibat langsung mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya sudah diajak dan disertakan. Salam Pahadang Mahamu, Mari Membangun Yang Baik.


Keterangan:

Maiwa La Humba: Mari Kembali ke Sumba
Pahadang Mahamu: Membangun Yang Baik







FOTO: DOKUMEN PRIBADI






Terima Kasih, Semesta! Pengumuman Pemenang bisa dilihat di sini






3 komentar:

  1. Tapi kak, perubahan adalah sebuah kepastian, siap atau tidak ia akan datang :)

    BalasHapus
  2. Maka dari itu, sebelum perubahan merenggut semuanya perlahan, ki ta juga mesti berpacu dengan waktu demi perubahan itu juga, oms :D Thanks sudah mampir.

    BalasHapus
  3. semoga suatu hari bisa ke lumbung lagi

    BalasHapus